Saya pertama kali mendengar tentang Sanggar Merah Merdeka (SMM) dari kakak angkatan yang pernah melakukan pendampingan sebelumnya. Kami diberi tahu bahwa anak-anak dampingan SMM rata-rata orang tuanya masyarakat menengah kebawah sehingga butuh perhatian lebih supaya kualitas hidupnya lebih baik.
Kami mendapat tugas kuliah seperti live in. Kami memutuskan mengujungi sanggar yang ada di Tales, Wonokromo. Saat tiba di SMM, kami ngobrol dengan pengurus SMM. Setelah beberapa jam ngobrol, kami di arahkan ke sanggar yang ada di Lebak Arum Barat, Tambaksari karena sanggar yang di Tales sudah ada mahasiswa dari kampus yang sama yang sudah melakukan pendampingan belajar pada anak-anak.
Saat pertama kali datang ke sanggar di Lebak Arum, sejujurnya saya sangat terkejut. Kondisi di sanggar itu di luar ekspektasi saya. Anak-anak yang ada di sanggar
sangat ramah dan terbuka. Bahkan saya, yang biasanya sulit untuk akrab dengan anak kecil, dapat masuk di antara mereka dengan mudah.
Anak-anak yang ada di sanggar cukup bervariasi, biasanya ada anak usia Paud hingga SMP. Kegiatan yang umumnya saya lakukan di sanggar adalah membantu anak-anak untuk mengerjakan PR sekolah.
Biasanya, saya membantu anak-anak kelas 5 SD dengan PR mereka. Kebanyakan dari PR mereka adalah tentang Matematika, bahasa Inggris, atau IPA. Saya berusaha agar mereka tidak hanya mengetahui jawabannya, tapi juga memahami cara menemukan jawabannya. Hal ini supaya mereka tetap dapat menyelesaikan PR tersebut tanpa bergantung pada bantuan orang lain.
Di akhir pertemuan, biasanya akan diadakan ice breaking untuk menutup sesi belajar. Saya dan teman-teman saya biasanya bertugas membawakan ice breaking pada pertemuan itu. Permainan yang kami mainkan biasanya permainan anak-anak yang sederhana, seperti Simon Says, kotak pos, dan sebagainya. Kemudian sesi belajar ditutup dengan doa bersama.
Bersambung
KATHARINE AMADEA
Mahasiswi Psikologi Ubaya
