Dimulai dengan berkunjungnya kami ke sanggar Merah Merdeka yang berpusat di daerah Kinibalu yang pada saat itu hanya tiga orang dari kelompok kami yang terdiri dari Ayu, Maria, beserta saya. Awal kami bertemu dengan pak Heru yang merupakan salah satu pengurus dari sanggar beserta Frater yang ramah. Pada saat memulai perbincangan pak Heru sudah menjelaskan bagaimana prosedur yang harus kami ikuti dalam berkunjung serta mengajar anak-anak sanggar. Yang membuat saya bingung secara pribadi yaitu tidak diperbolehkan memberikan bingkisan berupa makanan atau hadiah dalam bentuk apapun.
Lebih kagetnya lagi kegiatan dilakukan jam 7 malam dimana kami harus berkumpul jam setengah tujuh di tempat berkumpulnya relawan-relawan sanggar yang terletak di daerah Bendul Merisi. Disana saya bertemu dengan orang-orang baru yang sangat ramah serta lucu dan disitulah saya mulai bisa berbaur dengan orang-orang sanggar.
Sampai juga pukul 7 malam dimana kelompok kami bersama relawan yang mengarahkan kami untuk berangkat ke lokasi sanggar, dimana nanti kami akan mengajar anak-anak dengan beragam umur dan sebelum pergi kami juga diwajibkan untuk memilih untuk mengajar anak yang berumur berapa. Dari kelompok kami yang pertama yaitu Ayu, Maria, dan Cindy memilih untuk mengajar anak kelas 3-4 SD dan saya bersama Michelle mengajar anak TK sampai kelas 1-2 SD. Disitulah tantangan yang saya rasakan terjadi dan kami diharuskan agar dapat menenangkan anak-anak agar mau belajar, yang disitu anak-anak tidak bisa diatur terutama anak-anak kelas 1-2 SD yang tidak bisa diam. Tetapi seiring berjalannya waktu dengan kesabaran teman saya Michelle situasi kelas berjalan kondusif seperti yang seharusnya. Michelle dan saya tetap berbicara pada anak-anak dengan intonasi yang rendah dan anak-anak nurut dengan sendirinya.
Disaat itu juga saya mengajar dua anak perempuan kelas 2 SD. Terlihat disana ada perbandingan yang cukup jauh dari mereka berdua dimana yang satu ada yang lebih pintar dan yang masih tertinggal. Saya mengetahui perbandingan itu dari kemampuan berhitung mereka. Tantangan itu menjadi PR yang masih belum bisa saya selesaikan. Oleh karena itu saya mencoba mencari alternatif lain dengan memberikan soal-soal yang berbeda pada tiap anak sesuai dengan kemampuan yang mereka bisa. Alhasil semua berjalan sesuai rencana meskipun masih ada kendala pada anak yang tertinggal itu untuk menyamai kemampuan temannya yang pintar. Tetapi sangat disayangkan waktu mengajarpun habis dan kami kembali ke sanggar untuk evaluasi kegiatan.
Memasuki sesi evaluasi saya melihat banyak sekali masalah ringan yang dihadapi oleh teman-teman dan sayapun akhirnya berani untuk berbicara tentang masalah yang saya hadapi dan respon yang relawan-relawan sanggar berikan ternyata diluar perkiraan saya. Karena mereka mengatakan kalau mengajar bukan harus sepenuhnya mengajar tetapi mencoba berbaur dan pada hari kedua saya mengajar di sanggar saya menerapkan konsep itu dan kebetulan lokasi mengajar saya ingin pindah ke kelas 3-4 SD diman saya ditukar dengan Cindy. Suasana yang saya rasakan berbeda karena anak-anak kelas 3-4 SD lebih memiliki sopan santun meskipun ada beberapa anak yang malas belajar serta usil tetapi karena kewajiban saya tetap mengajar mereka.
Selama mengajar saya merasa ada satu anak yang suka mencontoh temannya sehingga saya khawatir dengan nilainya dan akhir kelas saya berdiskusi dengan beberapa relawan untuk menangani anak ini. Solusi sudah didapatkan dan pada hari ketiga kami masih tetap mengunjungi balai desa dimana sebelum mengajar anak-anak kita ajak untuk bermain serta menonton video pendidikan. Kegiatan mengajar ingin dilakukan tetapi karena cuaca kurang mendukung yang ditandai dengan hujan. Akhirnya kami kembali ke lokasi sanggar untuk evaluasi.
Pada hari keempat dan seterusnya saya tidak bisa datang ke lokasi karena sakit demam disertai batuk pilek. Jujur yang saya rasakan selama di sanggar yaitu pengalaman yang berharga dalam menambah koneksi diluar tempat kuliah dengan bertemu bersama relawan-relawan sanggar serta anak-anak di balai pos. Selain menambah koneksi, saya juga mendapat pengalaman baru tentang menghadapi anak-anak yang nantinya mungkin bisa berguna bila saya disuruh merawat anak kerabat. Mungkin pengalaman itu bisa saya pakai. Suka duka yang saya rasakan selama di sanggar mungkin lebih banyak ke sukanya karena menambah pengalaman saya dalam mengajar serta mencoba suasana baru waktu dan dukanya mungkin karena waktu saya bersama anak-anak sangat singkat sehingga saya tidak bisa mengenal mereka lebih dekat. Sungguh disayangkan bahwa selama kurang lebih satu bulan waktu kita berkumpul bersama orang-orang di sanggar Merah Merdeka akan mendekati akhir.
Sebastian Tanjung
Akuntansi S1 Universitas Widya Mandala