Pertemuan Orang Tua

Tidak seperti biasanya, anak-anak datang ke sanggar ditemani orang tuanya. Memang hari itu (07/03/12), sengaja Sanggar Merah Merdeka mengundang para orang tua anak-anak yang belajar di sanggar. Kegiatan pertemuan orang tua yang rutin 6 bulan sekali ini sebagai evaluasi, laporan, dan bentuk pertanggungjawaban Sanggar Merah Merdeka dalam mendampingi anak-anaknya di sanggar.

Acara dimulai tepat jam setengah delapan, orang tua anak yang didominasi ibu-ibu ini dimulai dengan doa pembukaan yang dipimpin Imam Syahroni, anak SMK yang biasa datang ke sanggar. Romo Wawan sebagai ketua Yayasan dan pimpinan di sanggar dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada para orang tua karena telah mempercayakan anak-anaknya belajar dan bermain di sanggar. Dalam sambutan itu pula Romo menjelaskan, bahwa setiap anak mempunyai kelebihan masing-masing. Proses belajar yang ada di sanggar adalah belajar bersama. Terkadang relawan belajar juga dari anak-anak. Pendampingan di sanggar adalah proses bersama.

Pertemuan dengan orang tua anak-anak di sanggar

Lebih lanjut dijelaskan Heru, kordinator sanggar, bahwa kelebihan anak-anak selain dari pendidikan formal juga harus menjadi salah satu perhatian orang tua. Menggambar, menari, musik dan kerajinan tangan yang dimiliki anak-anak harus tetap didukung. Siapa tahu kelebihan anak-anak itu malah dapat mengubah jalan hidup dan membanggakan orang tua.

Pada kesempatan tanya jawab, orang tua anak-anak juga diberi kesempatan untuk bertanya seputar belajar anak-anak di sanggar, di sekolahan dan kemajuan apa yang diperoleh anak-anak selama ikut berproses di sanggar. Orang tua anak-anak kebanyakan senang dan merasa banyak kemajuan pada anak-anaknya. Salah satu contoh adalah Ibu dari Diah anak kelas 4. Diungkapkan ibunya, Diah sekarang mengalami berubahan yang cukup banyak. Dari anak yang tertutup sekarang sudah terbuka dan mulai banyak cerita kepada orang tuanya. Sekarang Diah juga sudah bisa menata bukunya sendiri dan membantu memasak ibunya. Demikian juga dengan ibu-ibu yang lain, mereka merasa ada banyak perubahan pada diri anak-anaknya.

Dari pertemuan orang tua itu pula akhirnya terungkap juga permasalahan seputar pekerjaan rumah atau PR. Keluhan orang tua itu akibat PR yang diberikan sekolahan terlalu banyak. Sehingga anak-anak terlalu capek untuk mengerjakannya. Diungkapkan Ibunya Ariyanti, anaknya berangkat sekolah jam 6 pagi dan pulang jam 3  sore. Kemudian anak-anak harus mengaji sampai jam 6 malam. Untuk bermain mereka rasanya sudah tidak ada lagi. Adanya kalau di rumah hanya suka marah-marah. Kalau dimintai tolong, mengerjakannya dengan muka cemberut. Pernah suatu kali Ibunya Ariyanti ini menyatakan keberatan kepada pihak sekolah, namun jawaban dari sekolah, PR adalah bentuk latihan soal untuk menghadapi ujian.

Memang permasalahan PR menjadi sangat memberatkan anak-anak karena banyaknya. PR bukan lagi sebagai pengingat pelajaran di sekolah, tetapi sepertinya malah menjadi penghambat proses belajar. Keberatan anak-anak dan pihak orang tua itulah yang mendorong Sanggar Merah Merdeka untuk menjawab tantangan PR dari sekolah. Untuk sementara waktu, Sanggar hanya bisa membantu anak-anak mengerjakan PR sebelum jam sanggar. Selanjutnya bila ada orang tua yang ingin mengajukan keberatan ke sekolah terkait PR, Sanggar siap membantu menjadi mediasi.

Dalam pertemuan orang tua itu pula muncul pertanyaan tentang pelajaran komputer yang sudah menjadi mata pelajaran sekolah. Di sekolah dasar sudah diajari cara-cara untuk mengoperasikan komputer. Untuk itulah salah satu orang tua mengusulkan agar sanggar mengajari anak-anak mengoperasikan komputer, atau ada praktek langsung. Menanggapi usulan ini sanggar bersedia membantu. Untuk sementara waktu ini sanggar mempunyai 5 komputer, namun yang bisa dioperasikan hanya 3 unit saja. Namun sanggar akan berusaha untuk mewujudkan pembelajaran dasar komputer untuk anak-anak. Pengaturan jadwal juga sedang diatur agar semua anak dapat memegang komputer untuk belajar.

Hal lain yang diinginkan orang tua adalah belajar menulis halus. Karena dirasa oleh orang tua, anak-anak sekarang menulisnya sulit dibaca, perlu diajari menulis halus di sanggar. Dari Sanggar sendiri akhirnya menetapkan hari Minggu adalah hari membaca dan menulis halus.

Ditegaskan lagi oleh Heru, bahwa di sanggar tidak hanya pendidikan formal yang menjadi prioritas. Pelajaran non formal seperti pendidikan budi pekerti juga diajarkan di sanggar. Misalnya anak-anak diajarkan apa itu sopan santun dan norma-norma yang berkembang di masyarakat, serta membuat kesepakatan bersama untuk sangsi yang melanggar kesepakatan itu. Dan sangsi yang dibuat  pun bersifat mendidik, seperti membuat puisi, mengarang cerita, atau merangkum buku.

Selain pendidikan budi pekerti, anak-anak juga diberi wadah untuk mengembangkan bakat minatnya. Karena anak-anak punya kelebihan lain dalam mengekspresikan jiwa seninya yang harus terus kita dukung. Lebih lanjut kordinator sanggar ini menyampaikan, bahwa di sanggar anak-anak diajari untuk kritis dan berani bicara bila ada yang tidak tahu atau membingungkannya.

“Jadi jangan heran kalau di rumah anak-anak semakin kritis dan pinter bicara, semua pasti ada alasannya. Apakah orang tua terlalu menekan? Ingat, anak-anak punya hak untuk bermain dan berbicara,” tegas Heru mengingatkan para orang tua.

Pertemuan orang tua kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya, para orang tua lebih cair dalam pembicaraan dan tidak terlalu menuntut nilai-nilai formal pelajaran sekolah. Harapan ke depan, antara orang tua dan sanggar dapat bersinergi dan menjalin kerjasama untuk masa depan anak-anak bangsa yang bermartabat, punya kemampuan dan kritis. Karena itu, cintailah anak-anak, maka dunia akan semarak dengan kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.